Cerita
perjalanan ini merupakan cerita perjalanan yang dilakukan kurang lebih 2 tahun
yang lalu, apabila ada ketidakakuratan dengan kondisi di lapangan mohon
dimaklumi karena hanya ditulis seingat-ingat penulis. Apabila teman-teman semua
ingin mengetahui perjalanan saya dan teman-teman dari awal, sila membuka tautan
berikut (Kudus) dan berikut (awal banget). Selamat membaca!
Senin,
7 Juli 2014 (Kudus - habis)
Malam masih pekat. Samar-samar,
sesekali terdengar raungan knalpot sepeda motor dan mobil yang melintas di
Jalan Kudus. Hawa dingin yang menusuk tulang menyadarkan saya dan teman-teman
dari lelap.
Sama seperti istirahat malam sebelumnya, saya hanya tidur ayam-ayam dan hanya sesekali benar-benar tertidur. Cukupkah? Tentu tidak. Ketika terbangun, saya mendapati dua pria sedang mendengkur ria tepat bersebelahan dengan lapak tidur kami. Hmm rupanya bukan kami saja yang sedang Jalan-Jalan Masjid.
Sama seperti istirahat malam sebelumnya, saya hanya tidur ayam-ayam dan hanya sesekali benar-benar tertidur. Cukupkah? Tentu tidak. Ketika terbangun, saya mendapati dua pria sedang mendengkur ria tepat bersebelahan dengan lapak tidur kami. Hmm rupanya bukan kami saja yang sedang Jalan-Jalan Masjid.
Kegiatan sahur menjadi kegiatan
pembuka saya dan teman-teman untuk mengawali Jalan-Jalan Masjid Hari ke-3. Saya
dan teman-teman sebelumnya sudah menyepakati lokasi sahur kami di warung yang
sama ketika kami makan malam kemarin. Alasannya, karena perut kami sudah cocok,
sesuai dengan kocek, dan malas mencari tempat makan lain. Untungnya sebelum
kami meninggalkan warung, Alan sempat bertanya kepada bapak penjaga warung perihal
sahur-menyahur.
Setelah dirasa sudah cukup melek, saya pun merapikan paket kombo saya dan saya masukkan ke dalam tas ransel saya yang senantiasa menampung iler saya ketika istirahat malam.
Setelah dirasa sudah cukup melek, saya pun merapikan paket kombo saya dan saya masukkan ke dalam tas ransel saya yang senantiasa menampung iler saya ketika istirahat malam.
Saya tidak ingat jelas suasana Jalan
Kudus dini hari itu, selain trotoar Jalan Kudus yang mulus dan lebarnya pas
untuk kami berjalan. Tapi saya ingat suasana di sekitar perempatan Jalan Kudus
dan Jalan Menara saat itu lumayan ramai. Mungkin
karena penduduk sekitar tengah bersiap untuk sahur. Sesampainya di warung
nasi, kami langsung memesan menu sahur sesuai selera kami. Saya pun memilih
menu yang sama dengan yang saya pesan kemarin malam karena cukup pas untuk
menyetok energi saya untuk perjalanan hari ini. Sahur pagi itu ditutup dengan
segelas air putih hangat dan sebutir vitamin.
Kegiatan sahur kami sudahi pada pukul
3. Sebenarnya kami ingin berlama-lama di warung untuk sekadar duduk-duduk
sambil menunggu waktu imsyak. Terlebih imsyak kalau tidak salah pada pukul
4.20-an. Namun lambat laun pengunjung warung terus memenuhi warung sehingga
kami harus mengangkat pantat kami dari warung. Kami pun melangkahkan kaki menuju
Masjid Menara untuk menantikan imsyak dan subuh. Sama seperti shalat-shalat
sebelumnya, saat subuh pun saya masih mendapati jamaah masjid menggunakan
“formasi” seperti shalat-shalat sebelumnya.
Tidur ayam-ayam yang saya yakini
sebagai solusi istirahat malam saya rupanya kurang manjur. Mata saya rupanya tidak
dapat diajak berkompromi. Usai subuh saya lantas beringsut ke bagian belakang
masjid untuk sekadar memejamkan mata sekaligus berbaring. Namun seperti
layaknya masjid-masjid besar pada umumnya, seusai shalat subuh dan doa,
pengurus masjid menggelar acara kajian subuh atau ceramah pagi. Alhasil saya
pun yang hendak tidur-tiduran di lantai terpaksa tidur dengan kondisi duduk
bersila agar terlihat “mendengarkan” ceramah pagi.
Saya tidur lumayan nyenyak meskipun
dalam kondisi bersila. Tas ransel yang saya bawa saya peluk sehingga menjadi
senderan bagi kepala saya. Dalam kondisi yang tidur-super-nyenyak-dengan-posisi-duduk-sila,
saya merasakan lutut saya beradu dengan lutut seseorang. Weh, ganggu orang enak-enak tidur aja nih. Saya pun mengubah posisi
sila saya dan menggeser tempat duduk saya. Tanpa dinyana, lutut saya pun
bersentuhan lagi dengan orang lain yang duduk di samping saya. Saya pun membuka
mata dan…
Aduhai sinar terang apakah itu!
Saya pun juga baru ngeh kalau saja
jemaah di masjid sudah bertambah hingga memenuhi seluruh ruangan masjid. Di
samping mimbar yang berada di bagian depan nampak seorang kiai berusia cukup
senja tengah memberikan tausyiah kepada jemaah. Saya yang kaget pun mencoba
mengendalikan diri dan langsung keluar dari ruangan masjid, mencari teman-teman
saya yang hilang entah kemana.
Suasana Kajian Subuh Masjid Menara |
Tidak sampai di situ, jemaah pun
rupanya tidak hanya memenuhi ruangan masjid, namun juga hingga jalan di depan
masjid. Beruntungnya saya menemukan teman-teman saya tengah duduk-duduk di
selasar masjid. Rupa-rupanya setelah saya browsing
sepulang dari J2M, saat itu Masjid Menara tengah mengundang salah satu kiai
yang lumayan disegani di Kudus untuk melakukan kajian subuh. Pantaslah apabila
jemaah yang datang berkunjung hingga memenuhi sebagian Jalan Menara. Wew, saya
sendiri masih merinding menyaksikan ribuan jemaah yang memadati Masjid Menara
hingga Jalan Menara.
Saya yang sedari kemarin belum melihat
secara menyeluruh kawasan Masjid Menara, memutuskan untuk berkeliling melihat
kawasan masjid, tentunya setelah menitipkan tas ransel kepada teman-teman dan
berjinjit-jinjit melewati jemaah yang memenuhi sebagian jalan Menara. Tidak
banyak yang saya lihat dalam perjalanan pagi itu dan suasana pun relatif
lumayan lenggang. Dalam jalan-jalan pagi saya, saya menemukan sebuah masjid
kecil yang kosong. Saya pun menyempatkan untuk tidur di dalam masjid sembari tidur
untuk mengurangi kantuk dan men-charge
hp.
Toa Masjid Menara Kudus |
Sekembalinya saya ke Masjid Menara, kajian
subuh sudah usai dan teman-teman pun tengah bersiap-siap untuk menuju ke Demak.
Urusan bersih-bersih tentu kami lewatkan karena ketiadaan kamar mandi.
Lagi-lagi kami hanya mewangikan badan kami dengan sebotol Axe Chocolate yang
menemani kami sedari sore kemarin dan menggosok gigi. Sekitar pukul 9 kami
bergegas meninggalkan Masjid Menara untuk bertolak ke destinasi berikutnya,
Demak.
***
Kudus memberikan memori tersendiri
bagi saya. Kota yang saya nikmati hanya sebagian saja ini, saya rasa cukup memberikan
gambaran bahwa Kudus benar-benar menyimpan banyak cerita khususnya bagaimana
penyebaran agama Islam oleh Sunan Kudus. Kudus pun juga memberikan pengalaman
baru bagi saya dengan segala keunikan yang saya temukan dan saya rasakan. Jadi,
ya saya pun akhirnya ngeh bahwa Kudus bukan hanya soal Jenang Kudus atau Sate
Kerbaunya, tapi lebih dari itu.
Pengembara Jalan-Jalan Masjid |
NB: Jalan-jalan ketika sedang puasa memang melelahkan. Nah maka dari itu, sebelum melakukan jalan-jalan, sebaiknya setelah sahur mengonsumsi vitamin dan minum air putih yang cukup ketika malam hari. Kalau ada kurma, bisa juga dikonsumsi pas sahur. Kurma lumayan juga kok buat menyetok energi jalan-jalan kalian.
0 comments