Bagi orang Indonesia, peci adalah alat yang identik dengan
identitas keagamaan. Dengan berpeci, tingkat kealiman seseorang dipercaya akan
meningkat drastis. Tidak percaya? Coba saja njenengan pakai peci setiap hari
dan lihat efeknya.
Meskipun identik dengan peralatan solat, bagi saya, peci juga
memiliki fungsi lain yang tidak kalah penting. Untuk itu, marilah kita
bertualang kembali ke masa-masa yang paling menyenangkan, masa kecil.
Semasa SD, ibu saya membelikan saya peci putih dengan aksen
pinggiran peci berupa motif bordiran. Peci ini merupakan aksesoris penting
karena SD saya merupakan SD Islam. Jadi ketika solat zuhur berjamaah, semua
murid wajib mengenakan peci dan sarung. Sarung ini berfungsi untuk menutup
aurat bocah-bocah ingusan ini karena kendati sekolah saya bertitel sekolah
islam, saat itu celana seragam yang saya gunakan hanyalah selutut lebih
sedikit.
Hebatnya menjadi anak kecil adalah di kala bosan melanda, sedikit
imajinasi bisa menghidupkan suasana.
Peci putih yang saya kenakan sering saya manfaatkan sebagai alternatif
hiburan ketika ada murid yang menyampaikan kultum di mimbar sehabis solat
zuhur. Kebanyakan murid-murid yang terpilih sebagai pembawa kultum sudah menyiapkan materi kultum sebelum naik mimbar. Jadi bermodalkan secarik kertas hasil copy-paste dari buku agama, Insya Allah kultum lancar jaya. Namun tipe ini tidak terlalu menarik bagi saya karena tipe kultum ini cenderung terlalu monoton dan gaya berkultumnya sama seperti pembawa acara berita, membosankan. Beda halnya apabila si murid tidak menyiapkan bahan sama sekali. Ada tipe murid yang dapat berimprovisasi dengan mengingat-ingat pelajaran Agama yang baru dipelajari tadi siang di kelas dan ada juga yang hanya mematung di mimbar sembari mengusap dahi karena gugup bukan main. Ini baru yang seru hehe.
Nah lanjut lagi soal Peci.
Tidak perlu repot-repot untuk memainkan permainan peci ini. Langkah pertama, taruh telunjuk di pinggiran bagian dalam peci, posisikan bagian bawah peci menghadap ke bawah. Ketika telunjuk sudah mantap di bagian dalam peci, putar jari sekencang-kencangnya hingga peci berputar-putar layaknya adonan aci tukang martabak mesir di restoran padang. Ingat, tetap pertahankan kecepatan putaran dan posisi peci terhadap buku jari. Kalau kekencangan, peci dapat terbang melayang jauh dan tentu kita tidak mau hal ini terjadi. Dengan sedikit tambahan imajinasi lagi, saya rasa skill putar memutar saya juga sebanding dengan dengan koki-koki pizza di Italia sana.
Nah lanjut lagi soal Peci.
Tidak perlu repot-repot untuk memainkan permainan peci ini. Langkah pertama, taruh telunjuk di pinggiran bagian dalam peci, posisikan bagian bawah peci menghadap ke bawah. Ketika telunjuk sudah mantap di bagian dalam peci, putar jari sekencang-kencangnya hingga peci berputar-putar layaknya adonan aci tukang martabak mesir di restoran padang. Ingat, tetap pertahankan kecepatan putaran dan posisi peci terhadap buku jari. Kalau kekencangan, peci dapat terbang melayang jauh dan tentu kita tidak mau hal ini terjadi. Dengan sedikit tambahan imajinasi lagi, saya rasa skill putar memutar saya juga sebanding dengan dengan koki-koki pizza di Italia sana.
Hingga sekarang, kebiasaan ini masih saya lakukan pada waktu
pulang jumatan, apabila mengenakan peci. Namun karena peci yang saat ini saya
miliki berjenis kopiah hitam ala presiden, tipe peci ini tidak terlalu mantap
buat diputar-putar. Kencang sih putarannya, tapi untuk kenikmatannya masih
kalah jauh dengan peci putih saya dulu.
Agak bodoh juga ya dipikir-pikir. Tapi saya malah lebih kasihan
dengan njenengan yang mau-maunya membaca tulisan nir-bobot ini.
Oke lanjut.
Selain sarana permainan interaktif (yang tentunya menyenangkan),
peci pun juga bisa menjadi sarana kejahilan bocah-bocah semasa SD. Dulu, ketika
bulan puasa, sekolah saya setiap hari mengadakan shalat dhuha bersama sebelum
masuk kelas. Karena masih pagi dan kebetulan sekolah saya cukup rindang, semua
anak-anak ditempatkan di lapangan sekolah dengan beralaskan terpal. Untuk
anak-anak yang bertipe anti bakteri, mereka kadang-kadang membawa sajadah kecil
sebagai alas untuk sujud.
Nah, di momen spesial inilah sebuah peci bisa menjadi titik usil
bocah-bocah. Cara ngusilinnya pun gampang, namun butuh kehati-hatian. Yang
pertama, kalian harus menandai satu orang bocah laki-laki dan satu orang bocah
perempuan yang dianggap cantik. Ingat, lakukan ini bersama teman-teman anda.
Tapi jangan terlalu banyak juga untuk menghindari kecurigaan dari para guru.
Langkah berikutnya, ambil peci yang digunakan oleh si bocah
laki-laki yang dijadikan target operasi. Di sini, peran teman-teman lain yang
bertugas memancing perhatian target operasi sangat penting. Apabila perhatian
target operasi sudah terdistraksi, segera siapkan eksekutor untuk mengakuisisi
peci. HAP!
Setelah peci sudah didapatkan eksekutor, jangan tunda! Segera
lemparkan peci sekuat tenaga ke barisan saf anak-anak perempuan sebelum si
empunya peci ngeh. Lalu tertawa lah sebebas-bebasnya untuk merayakan
kesuksesan, tapi ingat jangan terlalu keras.
Niscaya bakal ada dua kemungkinan. Kesatu, Si bocah perempuan
tersipu malu dan si bocah laki-laki gugup bukan main karena peci-nya dipegang
perempuan yang ia sukai. Ini berarti operasi berhasil dengan suskses. Atau
kedua, “tim pelempar peci” bakal kena omel guru agama gara-gara kedua anak-anak
yang “dicomblangi” sama-sama menangis.
Wqwqwq~
0 comments